Friday, March 17, 2017

MengASIhi Story

Setelah hamil selama 9 bulan (bahkan lebih untuk saya), pengalaman excited jadi ibu selanjutnya adalah tentu saja menyusui. Pada awalnya menurut saya aktivitas menyusui ini termasuk alamiah yang dilakukan oleh tubuh kita yang bahkan disebutkan juga di Qur'an tetapi entah kenapa banyak "drama" dari cerita - cerita yang pernah saya dengar dan baca sehingga saya ikutan parno juga kalau sampai ikut-ikutan drama juga.

Tapi saya bukan ahli laktasi dan tulisan ini murni dari pengalaman saya dan saya tidak bermaksud men-judge atau mempengaruhi siapapun.

Jadi kebetulan tanggal 24 Desember saya daftar talk show laktasi yang diadakan oleh RSI, dalam hati saya waktu berangkat ke acara tersebut semoga ini menjadi ikhtiar saya bahwa saya ingin menyusui buah hati saya secara eksklusif dan tanpa drama.

Dalam acara tersebut dijelaskan tentang ASI seperti jenis dan kandungannya (yang saya baru tahu kalau ASI itu ada jenis-jenisnya), kapasitas lambung bayi dalam menerima ASI, cara memerah serta menyimpan ASI, dan masih banyak lagi.

Saya tidak akan menjelaskan detail isi acara tersebut karena semua info tersebut sudah banyak dan mudah didapatkan di halaman browser dan social media.

Yang tidak kalah penting juga macam-macam "perintilan" menyusui. Awalnya saya bingung dengan berbagai macam pompa beserta spare part dan peralatan lainnya untuk menyusui. Takutnya sudah beli malah nggak kepakai atau belum beli malah butuh. Mana ada yang bilang pompa cocok-cocokan, melihat harga pompa terutama yang elektrik kalau sampai nggak cocok terus nggak dipakai sayang juga.

Mau nyewa waktu itu saya masuk waiting list panjang bener, belum lagi kalau ada yang memperpanjang masa sewanya, entah kapan saya bisa pakai. Selain itu juga takut resiko ada spare part rusak atau nggak higienis, tambah pusing dah...

Tapi karena pertimbangan baby A akan saya tinggal kerja (sementara) akhirnya saya memantapkan hati untuk membeli sebuah pompa dengan merk yang sering banget seliweran di instagram saya dan banyak dipakai artis-artis karena tergiur harga promo pas harbolnas di salah satu online shop hehehe...
Untuk perintilan ASI akan saya post tersendiri.

Kembali lagi ke cerita menyusui, waktu saya masih di ruang rawat inap RSI setelah melahirkan, saya didatangi oleh bidan dan suster untuk memeriksa apakah ASI saya sudah keluar atau belum, serta memastikan antara ibu dan bayi sudah melakukan pelekatan dengan benar.

Alhamdulillah doa saya terkabul, di hari pertama sudah mulai keluar kolostrum, baby A sendiri sudah pintar menyusui. Menurut saya semua tergantung pikiran juga, saya ini orangnya santai dan nggak mau ribet, semua saya pasrahkan yang penting saya sudah berusaha.

Mungkin karena pas masih hamil saya sudah baca-baca artikel tentang menyusui, pijat payudara dan ikut talk show laktasi juga, dan yang nggak kalah penting support system dari orang-orang di sekitar seperti suami dan orang tua. Terima kasih semua...

Baby A memang kuat nyusunya, kalau kata orang-orang sih wajar karena anak laki. Kadang ada sedikiiittt rasa capek waktu baby A minta nenen, pikir saya dikit-dikit nyusu. Tapi lama-lama saya menikmatinya, saya merasa dibutuhkan oleh makhluk kecil tersebut yang pada awalnya menangis dengan menyusuinya bisa membuatnya tenang bahkan tertidur.Tau sendiri kan anak bayi kalau tidur mukanya seperti apa, geeemmmeeesss...

Dan perkembangan baby A di usia 2 bulan beratnya sudah mencapai 6,2 kg. Itu sebenarnya udah lewat sedikit batas menurut poster grafik perkembangan bayi yang saya lihat di tempat imunisasi. Orang-orang yang lihat baby A secara langsung atau cuma lihat dari foto pasti langsung comment gendutnyaaa...

Sempat khawatir sih kalau baby A obesitas atau apalah tapi kata bidan yang biasa periksa malah bagus dan sehat, selama yang diminum baby A ASI eksklusif tanpa campuran sufor. Ya alhamdulillah kalau gitu, cuma ya kasihan aja sama yang nggendong (termasuk saya sendiri).

Untuk stock ASI persiapan kerja, saya baru mulai mompa sekitar 20 hari sebelum masuk kerja dan nggak rutin saya pompa, kadang sehari cuma sekali, maksimal tiga kali saja, karena perhitungan saya di kantor nanti saya akan pompa dua kali saja, selanjutnya saya ingin baby A nenen langsung malam dan pagi hari sebelum saya berangkat kerja.


Awal-awal saya coba pompa dapat setengah botol (botol bawaan dari pompa takarannya 160ml), kalau dapat penuh 1 botol biasanya saya bagi 100ml untuk stock saat kerja, sisanya coba saya minumkan dengan cup feeder untuk latihan.

Ya, saya dan didukung suami saya memang berkeras untuk tidak menggunakan dot, bukan karena apa-apa, cuma saya memang takut baby A bingung puting dan nggak mau nenen ke saya lagi.

Apa baby A nggak rewel waktu dikasih cup feeder? Tentu rewel hehehe,
Awalnya memang rewel, mungkin karena bingung antara mau minum, nafas, nangis, takutnya malah tersedak, tapi kunci pemberian ASI menggunakan cup feeder untuk baby A adalah yang pertama jangan waktu baby A rewel banget, kalau kata orang Jawa sih nangise kejet-kejet, kalau udah terlanjur gitu ya harus ditenangin dulu baru diminumin ASI.

Yang kedua, cara pelekatan antara bibir baby A dan cup feeder harus menyentuh bibir bawahnya ya.

Dan ketiga menjaga kemiringan cup feeder sehingga ASI yang diberikan harus konstan masuk ke mulut baby A terus.

Saya nggak tahu dengan bayi-bayi lainnya yang menggunakan cup feeder tapi untuk baby A sendiri kalau dikasih ASInya sedikit-sedikit pasti langsung ngamuk, padahal yang ngasih udah takut tersedak aja si baby A nya.

Saya sendiri juga nggak konsumsi booster atau suplemen ASI apa-apa. Menurut dokter juga nggak usah dibikin ribet sama makanan yang penting bergizi, selain itu ya makan apa yang disukai ibu, kalau kesukaannya coklat atau es krim ya anggap itu sebagai booster ASI.
Wah, cocok banget sama prinsip saya tuh.

Alhamdulillah saya bisa mengumpulkan sekitar 30 kantung ASI sebelum kerja untuk stock baby A.

Tapi memang menyusui benar-benar bikin lapar ya, yang dulunya saya jarang makan nasi 3x sehari sebagai makanan pokok, sekarang makan sehari 3x kalau nggak pakai nasi nggak nampol, pokoknya jangan sampai kelaparan aja, selalu sedia cemilan di kantor.

Itu sharing dari saya, wanita yang baru menyandang status sebagai busui selama 2,5 bulan dan masih berharap bisa menyusui ekslusif selama 2 tahun. Masih ada 21,5 bulan lagi lo... (kencangkan ikat di kepala).



Wednesday, March 1, 2017

Here comes the baby...

Alhamdulillahirobbilalamin... puji syukur saya panjatkan tak henti-hentinya karena saya telah diberi izin dan amanah melahirkan bayi laki-laki yang sehat (dan lucu) pada 4 Januari 2017 dengan proses persalinan normal. Ok, untuk postingan kali ini saya akan langsung cerita pengalaman bersalin keburu saya lupa, maklum sudah lebih 1,5 bulan.


Menurut obgyn saya dr. Dewi Arofah, HPL seharusnya tanggal 1 Januari, kemungkinan bisa maju/mundur sekitar 2 minggu. Dan pada tanggal 1 Januari belum ada tanda-tanda kelahiran, dr. Dewi menyarankan saya untuk cek ECG (rekam detak jantung) janin di rumah sakit sebelum jadwal control selanjutnya.

2 Januari 2017 jam 10.00
Saya berangkat ke Rumah Sakit Islam Jemursari untuk ECG, karena waktu itu masih cuti bersama jadi saya registrasi lewat UGD, untuk ECG nya sendiri dilakukan di ruang bersalin, dalam hati saya bilang perkenalan dulu nih sama ruang bersalin RSI. Pada saat akan ECG saya dipasang alat seperti sabuk dan tombol yang harus ditekan jika janin bergerak dengan posisi berbaring kurang lebih selama setengah jam.

Setelah selesai proses ECG, suster mengkonsultasikan hasil tersebut dengan dr. Dewi via telpon. Ternyata menurut dokter hasilnya baik, selanjutnya disuruh cek pembukaan, langsung parno deh karena udah pernah ngerasain waktu pengalaman kuret sebelumnya. Ternyata saya sudah mengalami bukaan 2 tapi kok nggak kerasa apa-apa ya?
Oleh suster saya disuruh pulang dulu karena belum merasakan kontraksi dan pecah air ketuban.

3 Januari 2017 jam 19.30
Saya berangkat control rutin mingguan, oleh dr. Dewi saya dicek pembukaan (lagi!) dan hasilnya masih tetap bukaan 2, katanya sih memang wajar apalagi anak pertama. Kalau minggu depan belum ada tanda2 lahir harus cek ECG lagi tapi kemungkinan kalau nggak malam ini ya besok lahir katanya, usahakan malam ini banyak jalan kaki sampai ngantuk. Akhirnya saya pulang ke rumah dan mengikuti anjuran dokter, jalan-jalan muteri kamar ampe ngantuk terus tidur.

4 Januari 2017 jam 02.30
Bangun tidur saya merasakan kontraksi, saya bangunkan suami dan menghitung jarak antar kontraksi sudah sekitar 2 menitan. Yak fix langsung angkut koper dan berangkat ke RS.
Sampai di RS saya tidak langsung masuk ruang bersalin, saya masih milih nunggu di ruang tunggu sambil menunggu mama dan kakak saya datang, lagipula di dalam juga sedang ada pasien lain yang berjuang. Nggak lama terdengar suara bayi menangis. Dalam hati saya, Ya Allah semoga selanjutnya saya bisa menyusul. 

Setelah mama dan kakak saya datang, saya masuk ke ruang bersalin. Dan ternyata hanya satu orang yang boleh mendampingi padahal dalam pikiran saya pengen didampingi mama sama suami, tapi ya nggak apa-apa, takutnya malah bikin mama kepikiran dan saya juga nggak tenang kalau sampai mama kecapekan ndampingi saya. Waktu berbaring di ruang bersalin, saya masih ditangani oleh bidan dan cek pembukaan, masih 2 mau ke 3

jam 07.00
dr. Dewi (akhirnya) datang dan cek pembukaan, ternyata sudah bukaan 7, tapi karena beliau masih ada jadwal operasi, jadinya dr. Dewi menangani operasi dulu. Saya cuma disuruh nafas panjang dan jangan mengejan dulu. Humpf...

Beberapa jam kemudian...
Saya sudah merasa sakit sekali, rasanya sudah kepingin mengejan maksimal dan lapor ke suster dan dicek sudah bukaan sempurna. Nggak berapa lama dr. Dewi datang dan langsung mempersiapkan semuanya. Dalam keadaan seperti itu saya coba untuk menanamkan pikiran-pikiran positif seperti "sabar & nikmati", "saya wanita kuat & pasti bisa" Saat kontraksi datang saya disuruh mengejan, ternyata ... pake salah ngejan segala karena seharusnya tenaganya berpusat di panggul dan sekitarnya bukan tenaga dari kepala, leher & sekitarnya. Suami udah takut aja, karena di ruang bersalin sebelumnya ada pasien yang harus operasi karena kehabisan tenaga untuk mengejan. Untungnya dr. Dewi telaten untuk mengajari saya dulu cara mengejan yang benar.

Kalau saya ceritakan pengalaman saya itu ke teman-teman saya, pasti mereka commentnya "dulu nggak diajarin mengejan pas senam hamil?" Well, selama saya senam hamil, agenda kegiatannya datang - senam - relaksasi - minum susu & ambil snack - cek doppler/tanya jwb dokter (kalau ada) - pulang. Itu pas saya datang lo ya, nggak tahu lagi kalau ada agenda tambahan di hari lain.
Karena beberapa teman saya senam hamil di tempat lain ada yang disuruh praktek mengejan sambil dipantau bidannya. Well, itu pelajaran buat saya juga sih, dalam memilih tempat buat senam hamil bukan cuma fasilitas dan harga yang diperhatikan tapi juga ilmu yang mereka share ke kita.

Balik lagi ke cerita persalinan, setelah latihan mengejan yang benar dan kontraksi datang, langsung aja saya hajar and the magic happen... Lahirlah babby A dengan berat 3.36 kg &  panjang 50 cm. Saya bisa merasakan proses IMD (very warm and comfort) setelah 5 menitan bayi diambil untuk dihangatkan dan saya di bawa ke ruang rawat inap.

Tidak berapa lama baby A diantarkan ke kamar dan suster di sana membantu saya untuk memberi ASI, alhamdulillah lancar semua. Untuk RSI sendiri menggunakan sistem rawat gabung ya, jadi bayi yang sehat & tidak membutuhkan perlakuan medis ditaruh sekamar dengan ibunya dan dibawa ke ruangan bayi hanya dua kali saat mandi, selain itu RSI juga pro ASI.

5 Januari 2017
Keesokannya dr. Dewi visit ke ruang inap, dia bilang hari ini kalau dokter spesialis anak mengizinkan baby A pulang, maka ibunya juga boleh pulang. Yey... alhamdulillah di ruang rawat inap cuma semalam aja.

Kadang saya masih merasa amaze dengan semua yang saya alami, doa-doa saya dalam melalui semua proses ini alhamdulillah dikabulkan semua. Pada intinya saya diberi kelancaran & kemudahan dalam semua hal, mulai hamil, persalinan, menyusui, ya nggak semuanya menyenangkan sih tapi layak untuk dinikmati.